BENAR YANG SALAH, SALAH YANG BENAR

 

Benar dan salah itu merupakan persepsi yang disepakati bersama dalam suatu masyarakat menyangkut mengenai nilai-nilai. Secara sederhana nya sesuatu dianggap benar bilamana sesuai dengan apa yang seharusnya ada, terjadi atau dilakukan, dan bernilai tidak benar adalah kebalikan dari hal tersebut. Namun sebenarnya mungkin ada kekeliruan-kekeliruan yang terjadi mengenai pemahaman-pemahaman kita berkaitan dengan pikiran tentang kapan sesuatu itu menjadi benar dan kapan sesuatu itu kemudian menjadi salah. Suatu ketika saya sedang berdialog dengan teman saya. Ia kemudian menyatakan suatu pertanyaan menarik yang mencuri perhatian saya, dan seperti biasa nya pikiran konyol kembali traveling mencari jawaban. Pertanyaan nya sederhana sekali “Apa ia, sesuatu yang benar itu mutlak benar dan salah ya mutlak salah ? ” Saya pun terdiam cukup lama untuk kemudian memberanikan diri menjawab pertanyaan tersebut. Sekiranya saat itu ada empat kasus konkret yang melintas dipikiran. Saya teringat cerita teman saya yang curhat mengenai apa yang ia alami. Pada saat itu ia bercerita tentang diri nya yang sedang mengendarai sepeda motor tanpa sengaja bertemu dengan seorang Bapak yang mengemis disekitaran jalan, saat itu ada pertikaian antara nurani dan logika nya yang berdebat tentang apakah saya harus memberikan uang yang ada atau saya biarkan saja. Singkat nya yang memenangkan hal tersebut adalah nurani nya. Dia bertanya bagaimana menurut Anda tentang hal tersebut Pak, apakah saya benar mengikuti nurani saya ? Adapun jawaban yang saya berikan ialah yang Anda lakukan itu benar dan juga salah. Mengapa ? Ini hanya pikiran saya, sepakat atau tidak terserah. Nurani  menuntun Anda untuk memanusiakan manusia, memberikan sesuatu yang Anda miliki kepada orang yang membutuhkan, memang benar-benar bagus dan merupakan perbuatan baik. Namun, apakah Anda tidak berpikir bahwa yang Anda lakukan itu juga perbuatan buruk. Begini, secara akal sehat nya saya merangkum cerita Anda barusan mengenai Bapak itu baik-baik. Anda mengatakan Bapak itu masih sekitaran berumur 30 tahunan dan dalam kondisi fisik yang sangat sehat. Seharus nya jika Bapak itu mau, dengan keadaan nya seperti itu ia bisa saja mencari pekerjaan yang layak, paling tidak ia mencari pekerjaan diwarung sekedar bisa untuk makan hari itu saja. Apa ia dari ratusan bahkan ribuan warung itu tidak ada satu pun yang tergerak untuk memberikan nya pekerjaan ? Ada banyak kasus yang pernah terjadi, seperti video sempat viral dimana seorang anak kecil mengemis dipinggir jalan yang tersebar, kemudian tanpa sengaja seseorang menemukan anak itu bermain di warnet setelah nya. Bisa jadi mengemis dijadikan nya sebagai pekerjaan yang sangat menguntungkan dibanding bersusah payah bekerja. Ketika Anda memberikan nya sejumlah uang, sama saja dengan Anda tidak mendidik Bapak tersebut dan memanjakan nya dengan uang Anda. Ini adalah kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi. Jika ini realita nya, maka Anda menjadi salah. Dengan mengikuti hati nurani untuk memberikan dan Anda menjadi bahagia karena itu adalah benar, namun jangan lupa nurani mudah tertipu, maka dari itu logika diperlukan.


 

Selanjutnya, kasus kedua ialah mengenai kentut atau buang angin. Dalam nilai-nilai budaya dalam masyarakat Indonesia atau mungkin bahkan seluruh dunia. Kentut saat makan bersama itu merupakan sesuatu yang dipersepsikan tabu. Mengapa ? Karena jika kentut di hadapan orang lain saat makan ya tidak sopan, makanya lebih baik ditahan. Secara dalam hal ini benar. Namun akan bertentangan dengan doktrin kesehatan yang menyatakan bahwa menahan kentut  itu akan menyebakan gas terperangkap pada usus sehingga terjadi penyumbatan gas atau  menimbulkan masalah perut kembung atau berdampak pada masalah pencernaan. Bayangkan saja jika seseorang harus menahannya selama 1 jam atau lebih. Maka menjadi salah juga kalau seperti itu. Selanjutnya, pada kasus ketiga ini yakni tentang berbohong demi kebaikan. Secara berbohong itu salah, karena merupakan bentuk ketidakjujuran seseorang. Namun dalam beberapa peristiwa, terkadang berbohong itu dapat menolong dalam suatu keadaan yang memang sangat mendesak atau mungkin sangat berbahaya jika berkata jujur saat itu. Tentu dalam hal ini terpaksa berbohong dengan dasar alasan yang positif yang mengarah pada kebenaran, bukan negatif. Misalnya saja berbohong demi keselamatan hidup orang lain, maka kebohongan itu sendiri dapat dipersepsikan sebagai suatu hal yang bernilai benar. Kasus terakhir ialah saya pernah bertanya pada Dosen  saya yang mengajar mata kuliah Ilmu Budaya Dasar. Saya bercerita tentang pengalaman pribadi ketika sedang makan di burjo bersama dengan pelatih silat saya. Ketika itu saya ditegur oleh nya karena saya makan dengan menggunakan tangan kiri, dan ia mengatakan itu tidak sopan, sehingga memerintah saya makan lah dengan tangan kanan. Namun perlu diketahui, di daerah saya. Makan dengan tangan kiri itu merupakan kebiasaan yang sebenarnya tidak pernah dipermasalahkan oleh orang-orang, dan bukan merupakan perbuatan yang tidak sopan. Lalu mengenai hal tersebut ? Apakah yang saya lakukan itu salah atau benar ? Dan Dosen saya menjawab sebagai berikut : bahwa yang saya lakukan itu salah dan benar. Kamu menerapkan perilaku selayak nya yang menjadi nilai-nilai dalam budaya pada daerah tempat dimana kamu berasal, maka benar perilaku yang kamu terapkan tersebut. Namun perlu diingat, sebagai orang perantauan juga harus memahami dan mematuhi nilai-nilai atau etika yang ada tepat dimana kamu menginjakkan kaki, maka kamu salah disini. Berdasarkan kasus-kasus tersebut, maka saya kemudian berpikir bahwa ternyata benar dan salah ini menjadi sangat relatif sifat nya, karena harus disesuaikan dengan berbagai aspek yang cukup rumit untuk dipahami. Untuk itu tidak ada kemutlakkan dalam sesuatu yang benar atau salah, karena di dalam benar ada nilai salah dan dalam salah ada nilai benar. Jadi, bagaimana menurut Anda sendiri. Apakah dalam sesuatu yang benar itu mutlak benar dan salah ya mutlak salah ?

Komentar